Sabtu, 18 Mei 2013

“BAJO APA” SASTRA LISAN MASYARAKAT ALOR PANTAR BARANUSA



Setiap daerah di Indonesia, umumnya memiliki adat dan kebudayaan tersendiri. Hal ini terbukti dari masing-masing daerah memiliki bentuk dan tradisi yang berbeda-beda. Tradisi atau adat istiadat yang berbeda-beda tersebut merupakan warisan nenek moyang yang dipandang baik oleh hukum adat. Tak kalah menarik dengan daerah lain daerah kita NTT
juga sangat  kaya akan unsur – unsur nilai seni yang mencakup nilai sastra yang tinggi. Salah satunya terdapat di daerah Kabupaten Alor tepatnya di Pulau Pantar yaitu Tarian Bajo Apa. Tarian Bajo Apa adalah tarian yang dalam lakonnya terdapat tuturan yang berisi petuah-petuah sehingga dapat memupuk rasa persaudaraan yang tinggi di masyarakat Alor. Tarian ini biasanya dipentaskan sebagai simbol pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sering kali dipentaskan atau dilakonkan ketika acara meminang, bahkan acara pembangunan atau pembuatan rumah ibadah. Dalam Tarian Bajo Apa di daerah Alor Pantar Baranusa melibatkan banyak orang yang terdiri dari dua kelompok penari yaitu kelompok pria dan kelompok wanita yang melakoni tarian ini. pementasan tarian ini biasanya membentuk setengah lingkaran. Alu dan lesung sebagai alat yang mengiringi tuturan/nyanyian yang dituturkan oleh para penari. Tuturan-tuturan yang terdapat dalam Tarian Bajo Apa terdiri atas tiga tuturan dalam bentuk  syair yang penuh dengan permainan rima yang membangun unsur puitis dan apabila didengar terasa enak dan membuat hati menjadi tenang serta dapat menghilangkan rasa penat dan lelah.
Tarian Bajo Apa masyarakat Alor Kecamatan Pantar Barat Desa Baranusa Kabupaten Alor, merupakan corak sistem adat yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Pantar Desa Baranusa. Tarian ini merupakan tarian yang melambangkan persatuan dan kegotongroyangan dan kebersamaan yang sangat tinggi, serta memuat pujian-pujian yang sakral terhadap Baranusa (Bala Gelu). Tarian ini sering dipentaskan atau dilakonkan oleh kaum tua, yakni golongan bapak-bapak dan ibu-ibu, yang dalam lakonnya kaum bapak menggunakan sarung tenun tanpa memakai baju dengan riasan dikepala dari ikatan daun koli (daun lontar/gewang) sedangkan kaum ibu menggunakan kain sarung tenun dan kebaya. Tarian yang identik dengan alu dan lesung ini memiliki keunikan tersendiri yakni membutuhkan jumlah penari yang sangat besar dan memiliki peran kerja masing-masing misalnya ada kelompok yang bertugas menumbuk padi, ada yang bertugas mengambil padi dari lumbung, ada yang bertugas mengisi padi pada mulut lesung, hingga pada penyelesaian padi sampai bersih. Dalam tarian ini terdapat tiga tuturan yang di syairkan mengiringi Tarian Bajo Apa hingga acara menumbuk padi selesai, tetapi tarian ini tidak akan selesai bila padi yang di tumbuk masih ada, maka secara berulang para penari penumbuk padi akan terus mengulangi tuturan yang di syairkan itu hingga, padi selesai atau habis di tumbuk. Selain itu tarian ini juga mempertaruhkan kehormatan tuan hajatan/acara dengan para penari yang melakonkan tarian ini, uniknya disini menumbuk padi memakai waktu yang berpatok pada padi yang di tumbuk habis atau tidak, disini waktu yang ditetapkan yaitu sebelum matahari terbit dan waktu mata hari sudah terbit. Waktu sebelum terbit para penari yang melakonkan tarian ini berhasil menyelesaikan menumbuk padi maka, dengan sendirinya yang memenangkan kegiatan ini adalah mareka yang melakoni tarian sedangkan, yang memilki hajatan akan kalah, tetapi apabila setelah matahari terbit kegiatan menumbuk padi belum selesai oleh para penari maka, yang memenangkan kegiatan ini adalah tuan rumah atau tuan yang memilik hajatan. Sehingga dalam tarian ini terkadang pemilik hajatan harus berputar otak sebagaimana agar mengalahkan sang penari dan sebaliknya, namun kompetisi ini tidak ada rasa saling membenci atau sampai berkelahi, melainkan dari kompetisi itu lahirlah rasa syukur kepada Tuhan dan tumbuhnya rasa kebersamaan masyarakat Alor Pantar Baranusa. Tarian Bajo Apa Masyarakat Alor Kecamatan Pantar Barat Desa Baranusa, terbagi atas beberapa tahap. Tahap Lewo Ro Piring Sina, Tahap Bajo Apa Pulo-Pulo, Tahapan Helang – Helang Bolu Ilu Wure. Setiap tahapan dalam Tarian Bajo Apa, mempunyai tuturan yang di syairkan secara berbeda-beda dan selanjutnya diuraikan sebagai berikut :
Tahap Lewo Ro Piring Sina
            Pada tahap ini para penari naik ke atas panggung atau tempat yang sudah disediakan, kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan aba-aba atau perintah  melalui tuturan yang di syairkan “
Helang – Helang Bolu
Baranusa gadi mo gadi e lele
“Kerajaan Baranusa pergi meminta’’
Ilu wara tewang mo tewang
“Orang ilu untuk mendukung kerajaan baranusa”
Isi boking ana raja
“kalian adalah raja”
Mo nimong ko e
“Kami akan mendukung”
Mo nimong ko raja
“kalian adalah raja”
Mo nimong ele le
”Kami akan mendukung”
Saat tuturan di syairkan para penari memegang alu kemudian bergerak mengelilingi area tempat pentas hingga syair selesai, selain itu syair Helang-Helang Bolu  merupakan pelengkap dari Tarian Bajo Apa sebagai pelengkap pada tiga tuturan dan tidak mempunyai makna apa-apa. Setelah menuturkan syair Helang-Helang Bolu semua penari  mengambil tempat untuk memulai Tarian Bajo Apa atau tarian tumbuk padi. Dalam menumbuk padi tuturan yang disyairkan untuk mengiringi adalah  Lewo Ro Piring Sina
Lewo ro piring sina e…  lewo  e   piring   sina
“ negeri seperti dari cina…. Negeri dari cina”

Lewo ro piring   sina e…lewo  e piring   sina
“ negeri seperti dari cina…. Negeri dari cina”

Tana  ro   mako jawa e…  tana e  mako       jawa
“ tanah seperti mangkok dari jawa “

Tana       ro   mako        jawa e…  tana   e  mako       jawa
“ tanah seperti mangkok dari jawa “

Oneng   ro         motong          lolong e… oneng   motong      lolong
dalam kota teratur bagaikan daun kelor / daun marungga

Oneng   ro         motong          lolong e… oneng   motong      lolong
dalam kota teratur bagaikan daun kelor / daun marungga”

Punung       ro    kalang     hari     e… punung  e   kalang    hari
“ kota dilindungi oleh benteng yang kuat”

Punung       ro    kalang     hari     e… punung  e   kalang    hari
“ kota dilindungi oleh benteng yang kuat”

 Ojo        ro        kumba      wutung  e… ojo      e    kumba       wutung
 “ gelombang di tanjung kumbang”

 Ojo        ro        kumba      wutung  e… ojo      e    kumba       wutung
“ gelombang di tanjung kumbang”

Letang    ro       duli          onong e…   letang  e  duli           onong
sisa gelombang bermura di teluk”

Letang    ro       duli          onong e…   letang  e  duli           onong
  sisa gelombang bermura di teluk”

Mako         ro     lota     lema    e… mako      e  lota     lema
 mangkok yang bersusun lima”

Mako         ro     lota     lema    e… mako      e  lota     lema
 mangkok yang bersusun lima”

Pinga  ro     salam     pulo  e…  pinga  e  salam     pulo
  piring untuk pulau”

Pinga  ro     salam     pulo  e…  pinga  e  salam     pulo
  piring untuk pulau”

Lewo    ro     dike-dike   e…   lewo  e  dike-dike
 negeri yang baik –baik”

Lewo    ro     dike-dike   e…   lewo  e  dike-dike
negeri yang baik –baik”

Tana    ro     sare-sare e…   tana   e    sare-sare
tanah / negeri yang tersayang dan nyaman”

Tana    ro     sare-sare e…   tana   e    sare-sare
tanah / negeri yang tersayang dan nyaman”

  Tuturan yang disyairkan ini merupakan pujian-pujian yang sakral bagi kampung Baranusa (Bapa Gelu) yang terimplisit juga dengan ucapan terima kasih pada sang Khalik Maha Pencipta yang menjaga Kampung Baranusa. Dalam kondisi ini para penari sedang menumbuk padi sambil melantunkan syair Lewo Ro Piring Sina. Setelah melantukan terdapat jedah atau selingan untuk memasuki ke tahap ke dua, dalam penjedahan ini para penari ada yang bertugas untuk mengisi padi pada mulut lesung, di sela-sela mengisi padi tuturan Helang – Helang Bolu  di syairkan.
2. Tahap Bajo Apa Pulo-Pulo
Pada tahap kedua ini, para penari masih dalam  keadaan menumbuk padi, tetapi dalam lakonnya, penari mensyairkan tuturan Bajo Apa pulo-pulo,
Alo   pulo-pulo     lodo    bajoo   e   besi   e
“banyak orang turun tumbuk padi”

E besi     lewo    kuma kala hela e     padi    e
   “semua orang berama-ramai datang menumbuk padi”
E  leing    suda      pai    taning         lewo   e   suda   e
“kaki sudah cape berdiri”

E   ama roma      dai           koli           sinda    e  limang  e
“Seorang kepala adat datang untuk menyuruh berhenti”

Alo   pulo-pulo     lodo    bajoo   e   besi   e
“banyak orang turun tumbuk padi”

Bale       lau      jawa   manung     silikokong
 “kembali dari jawa sudah kaya dari ayam yang berkokok”

E  keko     lau     timu     bale       ula      naga   e
“Dilihat diufuk timur gugusan bintang menyerupai naga yang menandakan telah subuh”

Hejang”-hejang” bolo
+ “seruan untuk berhenti”
  syair ini bertujuan untuk mengajak setiap orang untuk melakukan tumbuk padi. Pada tahapan yang kedua ini padi/beras dalam keadaan setengah bersih dan tercampur dengan sekam atau kulit-kulit padi.        Pada tahapan ini juga terdapat penjedahan sejenak untuk beristirahat, dalam penjedahan ini, para penari menuturkan syair :
Helang – Helang Bolu
Baranusa gadi mo gadi e lele
“Kerajaan Baranusa pergi meminta’’

Ilu wara tewang mo tewang
“Orang ilu untuk mendukung kerajaan baranusa”

Isi boking ana raja
“kalian adalah raja”

Mo nimong ko e
“Kami akan mendukung”

Mo nimong ko raja
“kalian adalah raja”

Monimong ele le
”Kami akan mendukung”

3. Tahap Helang – Helang Bolu Ilu Wure
            Pada tahapan ketiga ini kegiatan menumbuk padi sudah pada tahap pembersihan, yaitu kegiatan-kegiatan menampi beras oleh penari yang mendapat perannya, tetapi petugas yang bertugas dalam lakonnya sebagai penumbuk padi tetap dalam posisi berdiri menumbuk dan tetap menuturkan tuturan yang disyairkan, pada tahapan ketiga ini tuturan yang disyairkan adalah
 Manung Rae Lewo

Manun   rae    lewo e      manung         jo       kapitang
“orang bertempat tinggal di gunung yaitu kapitang”

Manun   rae    lewo e      manung         jo       kapitang
“orang bertempat tinggal di gunung yaitu kapitang”

Ikang    lau sari   e   ikang   anak    raja
 “orang yang bertempat tingal dipantai yaitu raja”

Ikang    lau sari   e   ikang   anak    raja
 “orang yang bertempat tingal dipantai yaitu raja”

Sogang      gere    nami     gere    orang butu e
“Mengangkat seorang pendatang dari buton menjadi pemimpin”

Sogang      gere    nami     gere    orang butu e
“Mengangkat seorang pendatang dari buton menjadi pemimpin”

Orang butu     rapa      tola    utan    mata e
“Orang buton yang memiliki keahlian yang lebih tinggi”

Orang butu     rapa      tola    utan    mata e
“Orang buton yang memiliki keahlian yang lebih tinggi”

Belo          au       nape     nobol    e    subang   gere    tobo
“subang potong bambu untuk dijadikan tempat duduk”

Belo          au       nape     nobol    e    subang   gere    tobo
“subang potong bambu untuk dijadikan tempat duduk”

Subang     gawe     rai        hau    e  balang     bulu       mata
“subang mondar-mandir mengangkat  air melewati hutan bambu”

Subang     gawe     rai        hau    e  balang     bulu       mata
“subang mondar-mandir mengangkat  air melewati hutan bambu”
Inang     nai       teleng      hora   e   anang    mete     taning
“ibu pergi mancari meting anaknya menangis”

Inang     nai       teleng      hora   e   anang    mete     taning
“ibu pergi mancari meting anaknya menangis”

Amang    nai       sopi        tapo    e   ruang   belo        ro
 “ayah pergi memanjat kelapa, ia disengat lebah”

Amang    nai       sopi        tapo    e   ruang   belo        ro
 “ayah pergi memanjat kelapa, ia disengat lebah”

Singga     ikang     tobi     take e   sang      doang-doang
 “memasak ikan tanpa asam”

Singga     ikang     tobi     take e   sang      doang-doang
“memasak ikan tanpa asam”

Doang-doang   lali    jawa    e   sang       doang-doang
“laksana jauh di pulau jawa”

Doang-doang   lali    jawa    e   sang       doang-doang
“laksana jauh di pulau jawa”

Pada tahapan ketiga atau tahapan terakhir juga terdapat tuturan penutup, tuturan ini adalah tuturan Helang – Helang bolu,  tuturan ini  juga berfungsi sebagai pembuka dalam kegiatan Tarian Bajo Apa, sebagai penjedah untuk penari beristirahat sejenak dan tuturan ini juga berfungsi sebagai penutup kegiatan Tarian Bajo Apa.
Tarian Bajo Apa masih dilakukan masyarakat Alor hingga sekarang. Namun, seiring perkembangan jaman dan kemajuan ilmu pengetahuan, tarian ini hampir diabaikan. Fenomena yang terjadi kini generasi penerus khususnya anak-anak daerah pun telah terkontaminasi dengan budaya asing hingga mareka pun mulai malas untuk melestarikannya, padahal semua itu adalah aset sebuah daerah yang sangat berharga kelak untuk generasi berikutnya. Selain fenomena yang terjadi tarian yang identik dengan alu dan lesung itu terancam hilang dengan semakin bergolaknya dunia modernisasi serta  bermunculannya mesin penggiling padi. Hadirnya mesin-mesin seperti ini lambat laun masyarakat ada tak lagi yang menggunakan alu dan lesung, dengan sendirinya sebagian dari kebudayaan yakni Tarian Bajo Apa ini akan luntur dan hilang tertelan mesin- mesin teknologi, sekaligus punahnya sastra lisan yang telah bertahun-tahun tetap mengakar di daerah Alor Pantar Baranusa.

1 komentar:

  1. Play the Merit Casino Review【Link Vào Trang Chủ_SODO66.PH
    Merit casino is 제왕 카지노 one of the most popular and most 카지노 trusted 메리트 카지노 쿠폰 online casinos in Asia and has an outstanding reputation

    BalasHapus